Jumat, 10 Desember 2010

Jual Beli Saham dalam Islam
Oleh: M. Denny Jandiar (2008)
Pengantar
Ada dua pendapat dalam jual beli saham ini. Ada yang mengharamkan dan ada yang
menghalalkan dengan syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya bisa baca buku Investasi Syariah di
Pasar Modal dari Iggi H. Achsien, juga buku Investasi Pada Pasar Modal Syariah dari Nurul Huda.
Mengenai periode investasi (holding period) jangka pendek vs jangka panjang, mungkin ini
terkaitstyl e. Seperti ditulis oleh James Pardoe, ketika ditanya “How long will you wait?” Warren
Buffet menjawab “If we’re in the right place, we’ll wait indefinitely”. Orang terkaya di dunia ini
memang dikenal sebagai decade trader, bukan day trader. Selain itu Pardoe juga menulis
beberapa tips dari Buffet: “Buy business, not stocks,” dan “If you don’t understand a business,
don’t buy it.” Kakek yang satu ini punya gaya investasi (investment style) yang cukup syar’i
walaupun ia bukan muslim. Saham bukanlah sekedar selembar kertas yang bisa diperjualbelikan.
Begitu kita membeli saham, kita adalah pemilik perusahaan. Karena kita berharap mengambil
untung dari sini, maka wajib hukumnya mengenal dan memahami bisnis, manajemen dan kinerja
perusahaan, bahkan sebelum membeli sahamnya.
Hukum Jual Beli Saham
Huda dan Nasution (2007) menjelaskan ada selisih pendapat di antaraf uq a ha
dalam memperlakukan saham dari aspek hukum (tahkim), yaitu ada yang mengharamkan dan
ada yang menghalalkan dengan syarat. Sebelumnya, Achsien (2000) mengulas bahwafi qi h
modern menganggap sekuritas saham sebagai penyertaan dalam mudharaba partnership
merefleksikan kepemilikan perusahaan (ownership of the enterprise), bukan saham kemitraan
pribadi (personal partnership interest). Kepemilikan perusahaan ini disamakan dengan
kepemilikan terhadap aset perusahaan. Maka, perdagangan saham dapat dilakukan bukan
sebagai model patungan usaha (sharika ’aqd) tetapi sebagai bentuk kepemilikan bersama atas
aset perusahaan (sharika milk). Masing-masing pemegang saham akan dianggap sebagaico -
kontemporer yang
owners dari aset perusahaan. Dengan demikian, dapat menjual sahamnya pada pihak co-owners
ketiga tanpa memerlukan persetujuanco -owne rs lainnya.
Menurut Setiawan (2007), prinsip dasar saham syariah adalah bersifatm usya ra ka h jika
ditawarkan secara terbatas dan bersifatm ud ha ra b ah jika ditawarkan kepada publik. Ia juga
menjelaskan beberapa pedoman syariah yang berlaku pada saham:
1. Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan dalam
aktivitas ekonomi.
2. Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi. Keuntungan ini dapat
diestimasikan tetapi tidak ditetapkan di depan.
3. Uang tidak boleh dijual untuk memperoleh uang.
4. Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau partnership/musyarakah dapat
diperjualbelikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan
perdagangan kertas berharga.
5. Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatuve nt ure atau perusahaan, dapat
diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas aset dari suatu bisnis.
6. Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: (a) Nilai pershar e
dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasila p prai sa l atas bisnis yang bersangkutan, (b)
Transaksi tunai, harus segera diselesaikan sesuai dengan kontrak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar